M A K A L A H
DIARE DAN HIPOTERMIA PADA NEONATUS ,
BALITA DAN PRA SEKOLAH
DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 4
AYU LESTARI ENDRI OKTAVIANA
ITA PURNAMA SARI MUTIA RAUDHA
ROSPI
SAHILA SUSI
SUSANTI
SEPTIA SINTA
CHINTYA
SITI MUTMAINAH ZILAWATI
RENI YUDIA
ATIKA
KELAS :
II C
DOSEN PENGAMPU :
NORLIANA KARO KARO , S.ST
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN PRIMA JAMBI
TAHUN AKADEMIK 2014/2015
KATA PENGANTAR
Dengan mengucap syukur Alhamdulillah kehadirat Allah SWT yg telah melimpahkan rahmat,taufik dan hidayah-Nya sehingga makalah “Diare dan Hipotermia pada neonates , balita dan prasekolah” ini dapat terselesaikan pada waktunya, makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Asuhan Neonatus,Bayi dan Balita.
Kami menyadari bahwa makalah ini jauh dari sempurna, oleh karena itu saran dan kritik yang membangun sangat diharapkan untuk perbaikan dan penyempurnaan makalah lebih lanjut.
Akhir kata, semoga apa yang telah kami kerjakan ini dapat bermanfaat bagi siapa saja yang memerlukan.
Jambi,
november 2014
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
LATAR BELAKANG
Saluran pencernaan makanan merupakan saluran yang berperan
menerima makanan dari luar dan mempersiapkan nya untuk diserap oleh tubuh
dengan jalan proses pencernaan,mulai dari mulut sampai dengan anus.Setiap organ
saluran cerna memiliki tugas khusus dan saling mempengaruhi antara organ satu
dengan organ yang lain sehingga apabila terjadi gangguan pada slah satu organ
akan berdampak pula pada proses pencernaan itu sendiri maupun pada sistem lain,misalnya
gangguan pada lambung dan usus yang disebut gastroentritis. Gastroentritis
merupakan proses peradangan yang terjadi pada daerah lambung dan usus yang
biasanya disertai dengan gejala diare secara terus menerus. Angka kejadian
gangguan gastoenteritis yang disertai dengan adanya gejala diare masih
merupakan penyebap kesakitan dan kematian bila tidak ditangani secara
cepat,tepat,dan sesuai prosedur yang benar.
Dampak penyakit diare bila dibiarkan berlarut-larut maka akan
menimbulkan komplikasi seperti ; dehidrasi (kehilangan cairan),hipokalemia
(kekurangan kalium),hipokalsemia (kekurangan kalsium),dan lain-lain
(Suriadi,2001) yang kemudian berlanjut pada kematian.
Diare atau dikenal dengan
sebutan mencret memang merupakan penyakit yang masih banyak terjadi pada masa
kanak dan bahkan menjadi salah satu penyakit yang banyak menjadi penyebab
kematian anak yang berusia di bawah lima tahun (balita). Karenanya,
kekhawatiran orang tua terhadap penyakit diare adalah hal yang wajar dan harus
dimengerti. Justru yang menjadi masalah adalah apabila ada orang tua yang
bersikap tidak acuh atau kurang waspada terhadap anak yang mengalami diare.
Misalnya, pada sebagian kalangan masyarakat, diare dipercaya atau dianggap
sebagai pertanda bahwa anak akan bertumbuh atau berkembang. Kepercayaan seperti
itu secara tidak sadar dapat mengurangi kewaspadaan orang tua. sehingga
mungkin saja diare akan membahayakan anak.
Kondisi
terjadi pada neonatus yang baru lahir. Di dalam tubuh ibunya, suhu tubuh fetus
selalu terjaga, begitu lahir maka hubungan dengan ibunya sudah terputus dan
neonatus harus mempertahankan suhu tubuhnya sendiri melalui aktifitas
metabolismenya.Perubahan kondisi terjadi pada neonatus yang baru lahir. Di
dalam tubuh ibunya, suhu tubuh fetus selalu terjaga, begitu lahir maka hubungan
dengan ibunya sudah terputus dan neonatus harus mempertahankan suhu tubuhnya
sendiri melalui aktifitas metabolismenya.
Semakin kecil tubuh neonatus, semakin
sedikit cadangan lemaknya. Semakin kecil tubuh neonatus juga semakin tinggi
rasio permukaan tubuh dengan massanya. Temperatur rektal biasanya lebih rendah
1-2 oF atau 0,556- 1,112 oC di banding suhu inti tubuhnya. Suhu membran timpani
sangat akurat karena telinga tengah mempunyai sumber vascular yang sama
sebagaimana vaskular yang menuju hipotalamus.
2. Tujuan penulisan
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini di maksudkan untuk mengetahui tentang:
a. Definisi diare dan hipotermia
b. penyebab diare dan hipotermia
c. Ciri-Ciri diare dan hipotermia
d. Tanda dan gejala diare dan hipotermia
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini di maksudkan untuk mengetahui tentang:
a. Definisi diare dan hipotermia
b. penyebab diare dan hipotermia
c. Ciri-Ciri diare dan hipotermia
d. Tanda dan gejala diare dan hipotermia
e.
patofisiologi diare dan hipotermia
BAB
II
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
DIARE
PENGERTIAN
diartikan suatu kondisi, buang air
besar yang tidak normal yaitu lebih dari 3 kali sehari dengan konsistensi tinja
yang encer dapat disertai atau tanpa disertai darah atau lendir sebagai akibat
dari terjadinya proses inflamasi pada lambung atau usus.
PENYEBAB
Penyebab diare dpat dibagi dalam
beberapa faktor yaitu:
1. Faktor
infeksi
a.
Infeksi enteral
Merupakan
penyebab utama diare pada anak, yang meliputi: infeksi bakteri, infeksi virus
(enteovirus, polimyelitis, virus echo coxsackie). Adeno virus, rota virus,
astrovirus, dll) dan infeksi parasit : cacing (ascaris, trichuris, oxyuris,
strongxloides) protozoa (entamoeba histolytica, giardia lamblia, trichomonas
homunis) jamur (canida albicous).
b. Infeksi
parenteral
ialah
infeksi diluar alat pencernaan makanan seperti otitis media akut (OMA)
tonsilitis/tonsilofaringits, bronkopeneumonia, ensefalitis dan sebagainya.
Keadaan ini terutama terdapat pada bayi dan anak berumur dibawah dua (2) tahun.
1.
Faktor
malaborsi
Malabsorbsi
karbohidrat: disakarida (intoleransi laktosa, maltosa dan sukrosa),
monosakarida (intoleransi glukosa, fruktosa dan galaktosa). Intoleransi laktosa
merupakan penyebab diare yang terpenting pada bayi dan anak. Di samping itu
dapat pula terjadi malabsorbsi lemak dan protein.
2.
Faktor
makanan : Diare dapat terjadi karena mengkonsumsi makanan basi, beracun dan
alergi terhadap jenis makanan tertentu.
4.
Faktor psikologis : Diare dapat terjadi karena faktor psikologis (rasa takut
dan cemas)
JENIS-JENIS
DIARE
1. Diare akut: yaitu diare yang berlangsung kurang dari empat belas
hari (umumnya kurang dari tujuh hari)
2.
Disentri; yaitu diare yang disertai darah dalam
tinjanya,
3. Diare persisten; yaitu diare yang berlangsung lebih dari
empat
belas hari secara terus – menerus,
4. Diare dengan masalah
lain; anak
yang menderita
diare mungkin
juga disertai penyakit lain seperti demam, gangguan gizi atau
penyakitlainnya.
TANDA
DAN GEJALA
a. Berak
encer atau cair lebih dari 3 kali dalam 24 jam
b. Gelisah dan rewel
c. Badan lemah dan lesu
d. Muntah-muntah
e. Rasa haus
f. Menurunnya nafsu makan
b. Gelisah dan rewel
c. Badan lemah dan lesu
d. Muntah-muntah
e. Rasa haus
f. Menurunnya nafsu makan
Pada bayi
dan anak, mula-mula akan menjadi cengeng, gelisah, suhu badan mungkin
meningkat, nafsu makan berkurang atau bahkan tidak ada kemudian akan timbul
diare. Tinja makin cair mungkin mengandung darah atau lendir, warna tinja
berubah menjadi kehijau-hijauan karena bercampur empedu. Karena seringnya
defekasi, anus dan sekitarnya lecet karena tinja makin lama menjadi asam akibat
banyaknya asam laktat yang terjadi dari pemecahan laktosa yang tidak dapat di
absorbsi oleh usus.
Gejala
muntah dapat terjadi sebelum atau sesudah diare. Bila penderita telah banyak
kehilangan air dan elektrolit, terjadilah gejala dehidrasi. Berat badan turun,
pada bayi akan terlihat ubun-ubun cekung. Tonus dan turgor kulit berkurang,
selaput lendir mulut dan bibir terlihat kering.
PATOFISIOLOGI
Mekanisme dasar yang menyebabkan diare
ialah yang pertama gangguan osmotik, akibat terdapatnya makanan atau zat yang
tidak dapat diserap akan menyebabkan tekanan osmotik dalam rongga usus
meninggi, sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit kedalam rongga usus,
isi rongga usus yang berlebihan ini akan merangsang usus untuk mengeluarkannya
sehingga timbul diare.
Sedangkan akibat dari diare akan
terjadi beberapa hal sebagai berikut:
1. Kehilangan air
(dehidrasi)
Dehidrasi terjadi
karena kehilangan air (output) lebih banyak dari pemasukan (input), merupakan
penyebab terjadinya kematian pada diare.
2. Gangguan keseimbangan asam basa (metabik
asidosis)
Hal ini terjadi karena
kehilangan Na-bicarbonat bersama tinja. Metabolisme lemak tidak sempurna
sehingga benda kotor tertimbun dalam tubuh, terjadinya penimbunan asam laktat
karena adanya anorexia jaringan.
3. Hipoglikemia
Hipoglikemia terjadi
pada 2-3% anak yang menderita diare, lebih sering pada anak yang sebelumnya
telah menderita KKP. Hal ini terjadi karena adanya gangguan
penyimpanan/penyediaan glikogen dalam hati dan adanya gangguan absorbsi glukosa
4. Gangguan gizi
Terjadinya penurunan berat badan dalam
waktu singkat, hal ini disebabkan
oleh:
a.
Makanan
sering dihentikan oleh orang tua karena takut diare atau muntah yang
bertambah
hebat.
b.
Walaupun
susu diteruskan, sering diberikan dengan pengeluaran dan susu yang
encer
ini diberikan terlalu lama.
c.
Makanan
yang diberikan sering tidak dapat dicerna dan diabsorbsi dengan baik
karena
adanya hiperperistaltik.
5. Gangguan sirkulasi
Sebagai akibat diare
dapat terjadi renjatan (shock) hipovolemik, akibatnya perfusi jaringan
berkurang dan terjadi hipoksia, asidosis bertambah berat, dapat mengakibatkan
perdarahan otak, kesadaran menurun dan bila tidak segera diatasi klien akan
meninggal.
PENCEGAHAN
1.
Pencegahan Primer
Pencegahan primer
penyakit diare dapat
ditujukan pada
faktor penyebab, lingkungan dan faktor pejamu. Untuk faktor penyebab dilakukan
berbagai upaya agar mikroorganisme penyebab diare dihilangkan. Peningkatan air bersih dan
sanitasi lingkungan, perbaikan lingkungan biologis dilakukan untuk memodifikasi
lingkungan. Untuk meningkatkan daya tahan tubuh dari pejamu maka dapat
dilakukan peningkatan status gizi dan pemberian imunisasi.
a.
Penyediaan air bersih
Air adalah salah satu
kebutuhan pokok hidup manusia, bahkan hampir 70% tubuh manusia mengandung air.
Air dipakai untuk keperluan makan, minum, mandi, dan pemenuhan kebutuhan yang
lain, maka untuk keperluan tersebut WHO menetapkan kebutuhan per orang per hari
untuk hidup sehat 60 liter. Selain dari peranan air sebagai kebutuhan pokok
manusia, juga dapat berperan besar dalam penularan beberapa penyakit menular
termasuk diare
(Sanropie, 1984).
Sumber air yang sering
digunakan oleh masyarakat adalah: air permukaan yang merupakan air sungai, dan
danau. Air tanah yang tergantung kedalamannya bisa disebut air tanah dangkal
atau air tanah dalam. Air angkasa yaitu air yang berasal dari atmosfir seperti
hujan dan salju (Soemirat, 1996).
Air dapat juga menjadi
sumber penularan penyakit. Peran air dalam terjadinya penyakit menular dapat
berupa, air sebagai penyebar mikroba patogen, sarang insekta penyebar penyakit,
bila jumlah air bersih tidak mencukupi, sehingga orang tidak dapat membersihkan
dirinya dengan baik, dan air sebagai sarang hospes sementara penyakit
(Soemirat, 1996).
Dengan memahami
daur/siklus air di alam semesta ini, maka sumber air dapat diklasifikasikan
menjadi; a) air angkasa seperti hujan dan air salju, b) air tanah seperti air
sumur, mata air dan artesis, c) air permukaan yang meliputi sungai dan telaga.
Untuk pemenuhan kebutuhan manusia akan air, maka dari sumber air yang ada dapat
dibangun bermacam-macam saran penyediaan air bersih yang dapat berupa
perpipaan, sumur gali, sumur pompa tangan, perlindungan mata air, penampungan
air hujan, dan sumur artesis (Sanropie, 1984).
Untuk mencegah
terjadinya diare
maka air bersih harus diambil dari sumber yang terlindungi atau tidak
terkontaminasi. Sumber air bersih harus jauh dari kandang ternak dan kakus
paling sedikit sepuluh meter dari sumber air. Air harus ditampung dalam wadah
yang bersih dan pengambilan air dalam wadah dengan menggunakan gayung yang
bersih, dan untuk minum air harus di masak. Masyarakat yang terjangkau oleh
penyediaan air bersih mempunyai resiko menderita diare lebih kecil bila dibandingkan dengan
masyarakat yang tidak mendapatkan air besih (Andrianto, 1995).
b. Tempat
pembuangan tinja
Pembuangan tinja
merupakan bagian yang penting dari kesehatan lingkungan. Pembuangan tinja yang
tidak tepat dapat berpengaruh langsung terhadap insiden penyakit tertentu yang
penularannya melalui tinja antara lain penyakit diare (Haryoto, 1983).
Keluarga yang tidak
memiliki jamban harus membuat dan keluarga harus membuang air besar di jamban.
Jamban harus dijaga dengan mencucinya secara teratur. Jika tak ada jamban, maka
anggota keluarga harus membuang air besar jauh dari rumah, jalan dan daerah anak bermain dan paling
kurang sepuluh meter dari sumber air bersih (Andrianto, 1995).
Untuk mencegah kontaminasi
tinja terhadap lingkungan, maka pembuangan kotoran manusia harus dikelola
dengan baik. Suatu jamban memenuhi syarat kesehatan apabila memenuhi syarat
kesehatan: tidak mengotori permukaan tanah, tidak mengotori air permukaan,
tidak dapat di jangkau oleh serangga, tidak menimbulkan bau, mudah digunakan
dan dipelihara, dan murah (Notoatmodjo, 1996).
Tempat pembuangan tinja
yang tidak memenuhi syarat sanitasi akan meningkatkan risiko terjadinya diare berdarah pada anak balita sebesar dua
kali lipat dibandingkan keluarga yang mempunyai kebiasaan membuang tinjanya
yang memenuhi syarat sanitasi (Wibowo, 2003).
c.
Status gizi
Status gizi
didefinisikan sebagai keadaan kesehatan yang berhubungan dengan penggunaan
makanan oleh tubuh (Parajanto, 1996). Penilaian status gizi dapat dilakukan
dengan menggunakan berbagai metode, yang tergantung dan tingkat kekurangan
gizi. Menurut Gibson (1990) metode penilaian tersebut adalah;
-
konsumsi makanan
-
pemeriksaan laboratorium
-
pengukuran antropometri, dan
-
pemeriksaan klinis
Metode-metode ini dapat digunakan
secara tunggal atau kombinasikan untuk mendapatkan hasil yang lebih efektif.
Makin buruk gizi
seseorang anak,
ternyata makin banyak episode diare yang dialami. Pada anak
dengan malnutrisi, kelenjar timusnya akan mengecil dan kekebalan sel-sel
menjadi terbatas sekali sehingga kemampuan untuk mengadakan kekebalan
nonspesifik terhadap kelompok organisme berkurang (Suharyono, 1986).
d.
Pemberian air susu ibu (ASI)
ASI adalah makanan yang
paling baik untuk bayi komponen zat makanan tersedia dalam bentuk yang ideal
dan seimbang untuk dicerna dan diserap secara optimal oleh bayi. ASI saja sudah
cukup untuk menjaga pertumbuhan sampai umur 4-6 bulan. Untuk menyusui dengan aman
dan nyaman ibu jangan memberikan cairan tambahan seperti air, air gula atau
susu formula terutama pada
awal kehidupan anak.
Memberikan ASI segera setelah bayi lahir, serta berikan ASI sesuai kebutuhan.
ASI mempunyai khasiat preventif secara imunologik dengan adanya antibodi dan
zat-zat lain yang dikandungnya. ASI turut memberikan perlindungan terhadap diare, pemberian ASI
kepada bayi yang baru lahir secara penuh mempunyai daya lindung empat kali
lebih besar terhadap diare
dari pada pemberian
ASI yang disertai dengan susu botol. Pada bayi yang tidak diberi ASI pada enam bulan pertama kehidupannya, risiko
mendapatkan diare
adalah 30 kali lebih besar dibanding dengan bayi yang tidak diberi ASI (Depkes,
2000).
Bayi yang memperoleh
ASI mempunyai morbiditas dan mortalitas diare lebih rendah. Bayi dengan air susu buatan (ASB) mempunyai
risiko lebih tinggi dibandingkan dengan bayi yang selain mendapat susu tambahan
juga mendapatkan ASI, dan keduanya mempunyai risiko diare lebih tinggi dibandingkan dengan bayi
yang sepenuhnya mendapatkan ASI. Risiko relatif ini tinggi dalam bulan-bulan
pertama kehidupan (Suryono, 1988).
e.
Kebiasaan mencuci tangan
Diare merupakan salah satu
penyakit yang penularannya berkaitan dengan penerapan perilaku hidup sehat.
Sebahagian besar kuman infeksius penyebab diare
ditularkan melalui jalur oral. Kuman-kuman tersebut ditularkan dengan
perantara air atau bahan yang tercemar tinja yang mengandung mikroorganisme
patogen dengan melalui air minum. Pada
penularan seperti ini, tangan memegang peranan penting, karena lewat
tangan yang tidak bersih makanan atau minuman tercemar kuman penyakit masuk ke
tubuh manusia.
Pemutusan rantai
penularan penyakit seperti ini sangat berhubungan dengan penyediaan fasilitas
yang dapat menghalangi pencemaran sumber perantara oleh tinja serta menghalangi
masuknya sumber perantara tersebut kedalam tubuh melalui mulut. Kebiasaan
mencuci tangan pakai sabun adalah perilaku amat penting bagi upaya mencegah diare. Kebiasaan mencuci tangan
diterapkan setelah buang air besar, setelah menangani tinja anak, sebelum makan atau memberi makan anak dan sebelum menyiapkan makanan. Kejadian diare makanan terutama
yang berhubungan langsung dengan makanan anak seperti botol susu, cara menyimpan makanan serta tempat
keluarga membuang tinja anak
(Howard & Bartram, 2003).
Anak kecil juga merupakan sumber penularan penting diare. Tinja anak, terutama yang
sedang menderita diare merupakan sumber penularan diare bagi
penularan diare bagi orang lain. Tidak hanya anak yang sakit, anak sehatpun
tinjanya juga dapat menjadi carrier asimptomatik yang sering kurang
mendapat perhatian. Oleh karena itu cara membuang tinja anak penting sebagai upaya mencegah terjadinya diare (Sunoto dkk, 1990).
f.
Imunisasi
Diare sering timbul menyertai penyakit campak,
sehingga pemberian imunisasi campak dapat mencegah terjadinya diare. Anak harus diimunisasi terhadap penyakit campak secepat
mungkin setelah usia sembilan bulan (Andrianto, 1995).
2.
Pencegahan Sekunder
Pencegahan tingkat
kedua ini ditujukan kepada sianak yang telah menderita diare atau yang terancam akan menderita yaitu
dengan menentukan diagnosa dini dan pengobatan yang cepat dan tepat, serta
untuk mencegah terjadinya akibat samping dan komplikasi. Prinsip pengobatan diare adalah mencegah
dehidrasi dengan pemberian oralit (rehidrasi) dan mengatasi penyebab diare. Diare dapat
disebabkan oleh banyak faktor seperti salah makan, bakteri, parasit, sampai
radang. Pengobatan yang diberikan harus disesuaikan dengan klinis pasien. Obat diare dibagi menjadi tiga, pertama
kemoterapeutika yang memberantas penyebab diare seperti bakteri atau parasit, obstipansia untuk
menghilangkan gejala diare
dan spasmolitik yang membantu menghilangkan kejang perut yang tidak
menyenangkan. Sebaiknya jangan mengkonsumsi golongan kemoterapeutika tanpa
resep dokter. Dokter akan menentukan obat yang disesuaikan dengan penyebab
diarenya misal bakteri, parasit. Pemberian kemoterapeutika memiliki efek
samping dan sebaiknya diminum sesuai petunjuk dokter (Fahrial Syam, 2006).
3. Pencegahan Tertier
Pencegahan tingkat
ketiga adalah penderita
diare jangan sampai
mengalami kecatatan dan kematian akibat dehidrasi. Jadi pada tahap ini penderita diare diusahakan
pengembalian fungsi fisik, psikologis semaksimal mungkin. Pada tingkat ini
juga dilakukan usaha rehabilitasi untuk mencegah terjadinya akibat samping dari
penyakit diare. Usaha yang dapat dilakukan yaitu
dengan terus mengkonsumsi makanan bergizi dan menjaga keseimbangan cairan.
Rehabilitasi juga dilakukan terhadap mental penderita dengan tetap memberikan
kesempatan dan ikut memberikan dukungan secara mental kepada anak. Anak yang menderita diare selain diperhatikan kebutuhan fisik juga kebutuhan
psikologis harus dipenuhi dan kebutuhan sosial dalam berinteraksi atau bermain
dalam pergaulan dengan teman sepermainan
PEMERIKSAAN DIAGNOSIS
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan fisik. :
1. Pemeriksaan tinja
a.
Makroskopis dan mikroskopis
b.
PH dan kadar gula dalam tinja
c.
Bila perlu diadakan uji bakteri untuk mengetahui organisme
penyebabnya, dengan melakukan
pembiakan terhadap contoh tinja.
2. Pemeriksaan
laboratorium
Pemeriksaan darah dilakukan untuk mengetahui kadar elektrolit dan jumlah
seldarah putih.
3. Pemeriksaan
gangguan keseimbangan asam basa dalam darah, bila
memungkinkan dengan menentukan PH keseimbangan analisa gas darah atau
astrup.
4. Pemeriksaan
kadar ureum dan kreatinin untuk mengetahui faal ginjal.
5.
Pemeriksaan elektrolit intubasi duodenum untuk mengetahui jasad renik
atau parasit secara kuantitatif,terutama dilakukan pada penderita diare
kronik.
PENATALAKSANAAN
Pada anak yang mengalami diare tanpa
dehidrasi (kekurangan cairan).
Tindakan
:
-
Untuk mencegah dehidrasi, beri anak minum lebih banyak dari biasanya
-
ASI (Air Susu Ibu) diteruskan - Makanan diberikan seperti biasanya
-
Bila keadaan anak bertambah berat, segera bawa ke Puskesmas terdekat
Pada
anak yang mengalami diare dengan dehidrasi ringan/sedang
Tindakan
:
-
Berikan oralit
-
ASI (Air Susu Ibu) diteruskan
-
Teruskan pemberian makanan
-
Sebaiknya yang lunak, mudah dicerna dan tidak merangsang
-
Bila tidak ada perubahan segera bawa kembali ke Puskesmas terdekat.
Pada anak yang mengalami diare dengan
dehidrasi berat
Tindakan
:
-
Segera bawa ke Rumah Sakit / Puskesmas dengan fasilitas Perawatan
-
Oralit dan ASI diteruskan selama masih bisa minum
Takaran
Pemberian Oralit
Di bawah 1 thn :
3 jam
pertama 1,5 gelas selanjutnya 0.5 gelas setiap kali mencret
Di bawah 5 thn (anak balita) :
3 jam
pertama 3 gelas, selanjutnya 1 gelas setiap kali mencret
Anak diatas 5 thn :
3 jam
pertama 6 gelas, selanjutnya 1,5 gelas setiap kali mencret
Anak diatas 12 thn & dewasa :
3 jam
pertama 12 gelas, selanjutnya 2 gelas setiap kali mencret (1 gelas : 200 cc)
HIPOTERMIA
DEFINISI HIPOTERMIA
Hipotermia adalah suatu keadaan dimana
suhu tubuh berada di bawah 35 derajat celcius Bayi hipotermi adalah bayi dengan
suhu badan di bawah normal.Suhu normal pada neonatuss berkisar antara 36 – 37,5
derajat celcius pada suhu aksila. Adapun suhu normal bayi adalah 36,5 -37,5
derajat celcius .
TANDA DAN GEJALA HIPOTERMIA
Hipotermi
ditandai dengan akral dingin, bayi tidak mau minum, kurang aktif, kutis
marmorata, pucat, takipneu atau takikardi. Sedangkan hipotermi yang
berkepanjangan, akan menyebabkan terjadinya peningkatan konsumsi oksigen,
distres respirasi, gangguan keseimbangan asam basa, hipoglikemia, defek
koagulasi, sirkulasi fetal persisten, gagal ginjal akut, enterokolitis
nekrotikan, dan pada keadaan yang berat akan menyebabkan kematian.
Saat
neonatus terpajan dengan dingin, pertama-tama ia menjadi sangat gelisah;
kemudian, saat suhu inti tubuhnya menurun, ia mengadopsi posisi fleksi yang
rapat guna mencoba mempertahankan panas. Bayi yang sakit atau premature akan
cenderung berbaring terlentang dengan posisi seperti katak dengan semua
permukaan tubuhnya terpajan, yang memaksimalkan kehilangan panas
JENIS HIPOTERMIA
1.
Stres dingin (36 -36,5 Derajat Celcius)
2.
Hipotermi sedang (32 -36 Derajat Celcius)
3.
Hipotermi berat (dibawah 32 Derajat Celcius)
PATOFISIOLOGI HIPOTERMIA
Apabila
terjadi paparan dingin, secara fisiologis tubuh akan memberikan respon untuk
menghasilkan panas berupa :
1.
Shivering
thermoregulation/ST
Merupakan mekanisme
tubuh berupa menggigil atau gemetar secara involunter akibat dari kontraksi
otot untuk menghasilkan panas.
2.
Non-
Shivering thermoregulation/NST
Merupakan mekanisme
yang dipengaruhi oleh stimulasi sistem saraf simpatis untuk menstimulasi proses
metabolik dengan melakukan oksidasi terhadap jaringan lemak coklat. Peningkatan
metabolisme jaringan lemak coklat akan meningkatkan produksi panas dari dalam
tubuh.
3.
Vasokonstriksi
perifer
Mekanisme ini juga
distimulasi oleh sistem saraf simpatis, kemudian sistem saraf perifer akan
memicu otot sekitar arteriol kulit untuk berkontraksi sehingga terjadi vasokonstriksi.
Keadaan ini efektif untuk mengurangi aliran darah ke jaringan kulit dan
mencegah hilangnya panas yang tidak berguna.
Pada
bayi, respon fisiologis terhadap paparan dingin adalah dengan proses oksidasi
dari lemak coklat atau jaringan adiposa coklat. Pada BBL, NST (proses oksidasi
jaringan lemak coklat) adalah jalur yang utama dari suatu peningkatan produksi
panas yang cepat, sebagai reaksi atas paparan dingin. Paparan dingin yang
berkepanjangan harus dihindarkan oleh karena dapat menimbulkan efek samping
serta gangguan – gangguan metabolik yang berat. Segera setelah lahir, tanpa
penanganan yang baik, suhu tubuh bayi rata-rata akan turun 0,1oC-0,3oC
setiap menitnya, sedangkan LeBlanc (2002) menyebutkan bahwa suhu tubuh bayi
akan turun 2oC dalam setengah jam pertama kehidupan. WHO Consultative Group on Thermal Control menyebutkan
bahwa BBL yang tidak mendapatkan penanganan yang tepat, suhunya akan turun 2oC-4oC
dalam 10-20 menit kemudian setelah kelahiran.
PENYEBAB HIPOTERMIA
Berikut penyebab terjadinya penurunan suhu tubuh pada bayi :
Berikut penyebab terjadinya penurunan suhu tubuh pada bayi :
1.
Ketika bayi baru lahir tidak segera
dibersihkan, terlalu cepat dimandikan, tidak
segera diberi pakaian, tutup kepala, dan dibungkus, diletakkan pada
ruangan yang dingin, tidak segera didekapkan pada ibunya, dipisahkan dari
ibunya, tidak segera disusui ibunya.
2.
Bayi berat lahir rendah yaitu bayi
lahir dengan berat badan kurang dari 2,5 kg atau bayi dengan lingkar lengan
kurang dari 9,5 cm atau bayi dengan tanda-tanda otot lembek, kulit kerput.
3.
Bayi lahir sakit seperti asfiksia,
infeksi sepsis dan sakit berat.
4.
Hipoglikemia
PENCEGAHAN HIPOTERMIA
Bayi dibungkus dengan selimut dan
kepalanya ditutup dengan topi. Jika bayi harus dibiarkan telanjang untuk
keperluan observasi maupun pengobatan, maka bayi ditempatkan dibawah cahaya
penghangat.Untuk mencegah hipotermia, semua bayi yang baru lahir harus tetap
berada dalam keadaan hangat.
- Di kamar bersalin, bayi segera dibersihkan untuk menghindari hilangnya panas tubuh akibat penguapan lalu dibungkus dengan selimut dan diberi penutup kepala.
- melaksanakan metode kanguru, yaitu bayi baru lahir dipakaikan popok dan tutup kepala diletakkan di dada ibu agar tubuh bayi menjadi hangat karena terjadi kontak kulit langsung.Bila tubuh bayi masih teraba dingin bisa ditambahkan selimut.
- bayi baru lahir mengenakan pakaian dan selimut yang disetrika atau dihangatkan diatas tungku.
- menghangatkan bayi dengan lampu pijar 40 sampai 60 watt yang diletakkan pada jarak setengah meter diatas bayi.
- meminta pertolongan kepada petugas kesehatan terdekat.
- dirujuk ke rumah sakit
- Terapi yang bisa diberikan untuk orang dengan kondisi hipotermia, yaitu jalan nafas harus tetap terjaga juga ketersediaan oksigen yang cukup.
PENANGANANN
HIPOTERMIA
Mengatasi bayi hipotermi dilakukan
dengan cara :
a.
Bayi yang mengalami hipotermi biasanya mudah sekali meninggal.Tindakan yang
harus dilakukan adalah segera menghangatkan bayi di dalam inkubator atau
melalui penyinaran lampu.
b.
Melaksanakan metode kanguru, yaitu bayi baru lahir dipakaikan popok dan tutup
kepala diletakkan di dada ibu agar tubuh bayi menjadi hangat karena terjadi
kontak kulit langsung.Bila tubuh bayi masih teraba dingin bisa ditambahkan
selimut.
c.
Bayi baru lahir mengenakan pakaian dan selimut yang disetrika atau dihangatkan
diatas tungku.
d.
Biasanya bayi hipotermi menderita hipoglikemia , sehingga bayi harus diberi ASI
sedikit – sedikit sesering mungkin . Bila bayi tidak menghisap , beri infuse
glukosa / dektrose 10% sebanyak 60 – 80 ml /kg per hari
e.
Meminta pertolongan kepada petugas kesehatan terdekat.
f.
Dirujuk ke rumah sakit
BAB III
PENUTUP
1.1 KESIMPULAN
Diare adalah perubahan pola defekasi
(buang air besar) yakni pada bentuk atau frekuensinya dimana bentuk feses
(tinja) berubah menjadi lunak atau cair, atau frekuensinya yang bertambah
menjadi lebih dari tiga kali dalam sehari.Bila hal ini terjadi maka tubuh anak
akan kehilangan cairan tubuh sehingga menyebabkan dehidrasi.Hal ini membuat
tubuh tidak dapat berfungsi dengan baik dan dapat membahayakan jiwa, khususnya
pada anak dan orang tua. Diare ini bisa menyebapkan beberapa komplikasi,yaitu
dehidrasi,renjatan hivopolemik,kejang,nbakterimia,mal
nutrisi,hipoglikemia,intoleransi skunder akibat kerusakan mukosa usus.
Hipotermi adalah suhu di bawah 36,5 ºC, yang terbagi atas : hipotermi ringan (cold stres) yaitu suhu antara 36-36,5 ºC, hipotermi sedang yaitu antara 32-36ºC, dan hipotermi berat yaitu suhu tubuh <32 ºC. Hipotermia dapat terjadi setiap saat apabila suhu disekeliling bayi rendah dan upaya mempertahankan suhu tubuh tetap hangat tidak diterapkan secara tepat, terutama pada masa stabilisasi yaitu 6-12 jam pertama, setelah lahir.
3.2 Saran
Hipotermi adalah suhu di bawah 36,5 ºC, yang terbagi atas : hipotermi ringan (cold stres) yaitu suhu antara 36-36,5 ºC, hipotermi sedang yaitu antara 32-36ºC, dan hipotermi berat yaitu suhu tubuh <32 ºC. Hipotermia dapat terjadi setiap saat apabila suhu disekeliling bayi rendah dan upaya mempertahankan suhu tubuh tetap hangat tidak diterapkan secara tepat, terutama pada masa stabilisasi yaitu 6-12 jam pertama, setelah lahir.
3.2 Saran
Dalam upaya meningkatkan kualitas perawatan pada klien hperlu ditingkatkan potermia dan diare tentang
keperawatan pada klien tersebut sehingga asuhan keperawatan dapat lebih efektif
secara komprehensip meliputi Bio-Psiko-Sosial-Spiritual pada klien melalui
pendekatan proses keperawatan mencakup didalamnya pelayanan
promotif,preventif,kuratif,rehabilitative yang dilandasi oleh ilmu dan kiat
keperawatan profeisonal yang sesuai nilai mopral etika profesi keperawatan .
DAFTAR PUSTAKA
o
Dr. Ruseono
Hasan , Ilmu kesehatan anak , Jakarta : 1985. Informadika Jakarta
o
DepKes RI ,
1992, Asuhan kesehatan anak dalam konteks keluarga.
·
. H. Markum, 1991, Buku Ajar Kesehatan
Anak, jilid I, Penerbit FKUI
o
Ngastiyah,
997, Perawatan Anak Sakit, EGC, Jakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar