Kamis, 27 November 2014

MAKALAH DIARE DAN HIPOTERMIA PADA NEONATUS , BALITA DAN PRA SEKOLAH



M A K A L A H
DIARE DAN HIPOTERMIA PADA NEONATUS ,
BALITA DAN PRA SEKOLAH
DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 4
AYU LESTARI                                   ENDRI OKTAVIANA
ITA PURNAMA SARI                         MUTIA RAUDHA
ROSPI SAHILA                                 SUSI SUSANTI
SEPTIA                                             SINTA CHINTYA
SITI MUTMAINAH                           ZILAWATI
RENI YUDIA ATIKA
KELAS                           : II C
DOSEN PENGAMPU            : NORLIANA KARO KARO  , S.ST
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN PRIMA JAMBI
TAHUN AKADEMIK  2014/2015

KATA PENGANTAR

          Dengan mengucap syukur Alhamdulillah kehadirat Allah SWT yg telah melimpahkan rahmat,taufik dan hidayah-Nya sehingga makalah “Diare dan Hipotermia pada neonates , balita dan prasekolah” ini dapat terselesaikan pada waktunya, makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Asuhan Neonatus,Bayi dan Balita.
          Kami menyadari bahwa makalah ini jauh dari sempurna, oleh karena itu saran dan kritik yang membangun sangat diharapkan untuk perbaikan dan penyempurnaan makalah lebih lanjut.
          Akhir kata, semoga apa yang telah kami kerjakan ini dapat bermanfaat bagi siapa saja yang memerlukan.








Jambi,  november 2014



Penulis

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG

Saluran pencernaan makanan merupakan saluran yang berperan menerima makanan dari luar dan mempersiapkan nya untuk diserap oleh tubuh dengan jalan proses pencernaan,mulai dari mulut sampai dengan anus.Setiap organ saluran cerna memiliki tugas khusus dan saling mempengaruhi antara organ satu dengan organ yang lain sehingga apabila terjadi gangguan pada slah satu organ akan berdampak pula pada proses pencernaan itu sendiri maupun pada sistem lain,misalnya gangguan pada lambung dan usus yang disebut gastroentritis. Gastroentritis merupakan proses peradangan yang terjadi pada daerah lambung dan usus yang biasanya disertai dengan gejala diare secara terus menerus. Angka kejadian gangguan gastoenteritis yang disertai dengan adanya gejala diare masih merupakan penyebap kesakitan dan kematian bila tidak ditangani secara cepat,tepat,dan sesuai prosedur yang benar.
Dampak penyakit diare bila dibiarkan berlarut-larut maka akan menimbulkan komplikasi seperti ; dehidrasi (kehilangan cairan),hipokalemia (kekurangan kalium),hipokalsemia (kekurangan kalsium),dan lain-lain (Suriadi,2001) yang kemudian berlanjut pada kematian.
Diare atau dikenal dengan sebutan mencret memang merupakan penyakit yang masih banyak terjadi pada masa kanak dan bahkan menjadi salah satu penyakit yang banyak menjadi penyebab kematian anak yang berusia di bawah lima tahun (balita). Karenanya, kekhawatiran orang tua terhadap penyakit diare adalah hal yang wajar dan harus dimengerti. Justru yang menjadi masalah adalah apabila ada orang tua yang bersikap tidak acuh atau kurang waspada terhadap anak yang mengalami diare. Misalnya, pada sebagian kalangan masyarakat, diare dipercaya atau dianggap sebagai pertanda bahwa anak akan bertumbuh atau berkembang. Kepercayaan seperti itu secara tidak sadar dapat mengurangi kewaspadaan orang tua.  sehingga mungkin saja diare akan membahayakan anak.
 Kondisi terjadi pada neonatus yang baru lahir. Di dalam tubuh ibunya, suhu tubuh fetus selalu terjaga, begitu lahir maka hubungan dengan ibunya sudah terputus dan neonatus harus mempertahankan suhu tubuhnya sendiri melalui aktifitas metabolismenya.Perubahan kondisi terjadi pada neonatus yang baru lahir. Di dalam tubuh ibunya, suhu tubuh fetus selalu terjaga, begitu lahir maka hubungan dengan ibunya sudah terputus dan neonatus harus mempertahankan suhu tubuhnya sendiri melalui aktifitas metabolismenya.
Semakin kecil tubuh neonatus, semakin sedikit cadangan lemaknya. Semakin kecil tubuh neonatus juga semakin tinggi rasio permukaan tubuh dengan massanya. Temperatur rektal biasanya lebih rendah 1-2 oF atau 0,556- 1,112 oC di banding suhu inti tubuhnya. Suhu membran timpani sangat akurat karena telinga tengah mempunyai sumber vascular yang sama sebagaimana vaskular yang menuju hipotalamus.

2. Tujuan penulisan
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini di maksudkan untuk mengetahui tentang:
a. Definisi diare dan hipotermia
b. penyebab diare dan hipotermia
c. Ciri-Ciri diare dan hipotermia
d. Tanda dan gejala diare dan hipotermia
e. patofisiologi diare dan hipotermia






BAB II
PEMBAHASAN
DIARE
PENGERTIAN
diartikan suatu kondisi, buang air besar yang tidak normal yaitu lebih dari 3 kali sehari dengan konsistensi tinja yang encer dapat disertai atau tanpa disertai darah atau lendir sebagai akibat dari terjadinya proses inflamasi pada lambung atau usus.
PENYEBAB
Penyebab diare dpat dibagi dalam beberapa faktor yaitu:
1.      Faktor infeksi
a.       Infeksi enteral
Merupakan penyebab utama diare pada anak, yang meliputi: infeksi bakteri, infeksi virus (enteovirus, polimyelitis, virus echo coxsackie). Adeno virus, rota virus, astrovirus, dll) dan infeksi parasit : cacing (ascaris, trichuris, oxyuris, strongxloides) protozoa (entamoeba histolytica, giardia lamblia, trichomonas homunis) jamur (canida albicous).
b.    Infeksi parenteral
ialah infeksi diluar alat pencernaan makanan seperti otitis media akut (OMA) tonsilitis/tonsilofaringits, bronkopeneumonia, ensefalitis dan sebagainya. Keadaan ini terutama terdapat pada bayi dan anak berumur dibawah dua (2) tahun.

1.         Faktor malaborsi
Malabsorbsi karbohidrat: disakarida (intoleransi laktosa, maltosa dan sukrosa), monosakarida (intoleransi glukosa, fruktosa dan galaktosa). Intoleransi laktosa merupakan penyebab diare yang terpenting pada bayi dan anak. Di samping itu dapat pula terjadi malabsorbsi lemak dan protein.
2.        Faktor makanan : Diare dapat terjadi karena mengkonsumsi makanan basi, beracun dan
alergi terhadap jenis makanan tertentu.
4.      Faktor psikologis : Diare dapat terjadi karena faktor psikologis (rasa takut dan cemas)
JENIS-JENIS DIARE
1.       Diare akut: yaitu diare yang berlangsung kurang dari empat belas
      hari (umumnya kurang dari tujuh hari)
2.      Disentri; yaitu diare yang disertai darah dalam tinjanya,
3.      Diare persisten; yaitu diare yang berlangsung lebih dari empat
   belas hari secara terus – menerus,
4. Diare dengan masalah lain; anak yang menderita diare mungkin
juga disertai penyakit  lain seperti demam, gangguan gizi atau
penyakitlainnya.



TANDA DAN GEJALA
a.    Berak encer atau cair lebih dari 3 kali dalam 24 jam
b. Gelisah dan rewel
c. Badan lemah dan lesu
d. Muntah-muntah
e. Rasa haus
f. Menurunnya nafsu makan
Pada bayi dan anak, mula-mula akan menjadi cengeng, gelisah, suhu badan mungkin meningkat, nafsu makan berkurang atau bahkan tidak ada kemudian akan timbul diare. Tinja makin cair mungkin mengandung darah atau lendir, warna tinja berubah menjadi kehijau-hijauan karena bercampur empedu. Karena seringnya defekasi, anus dan sekitarnya lecet karena tinja makin lama menjadi asam akibat banyaknya asam laktat yang terjadi dari pemecahan laktosa yang tidak dapat di absorbsi oleh usus.
Gejala muntah dapat terjadi sebelum atau sesudah diare. Bila penderita telah banyak kehilangan air dan elektrolit, terjadilah gejala dehidrasi. Berat badan turun, pada bayi akan terlihat ubun-ubun cekung. Tonus dan turgor kulit berkurang, selaput lendir mulut dan bibir terlihat kering.

PATOFISIOLOGI
Mekanisme dasar yang menyebabkan diare ialah yang pertama gangguan osmotik, akibat terdapatnya makanan atau zat yang tidak dapat diserap akan menyebabkan tekanan osmotik dalam rongga usus meninggi, sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit kedalam rongga usus, isi rongga usus yang berlebihan ini akan merangsang usus untuk mengeluarkannya sehingga timbul diare.

Sedangkan akibat dari diare akan terjadi beberapa hal sebagai berikut:
1.      Kehilangan air (dehidrasi)
Dehidrasi terjadi karena kehilangan air (output) lebih banyak dari pemasukan (input), merupakan penyebab terjadinya kematian pada diare.
2.      Gangguan keseimbangan asam basa (metabik asidosis)
Hal ini terjadi karena kehilangan Na-bicarbonat bersama tinja. Metabolisme lemak tidak sempurna sehingga benda kotor tertimbun dalam tubuh, terjadinya penimbunan asam laktat karena adanya anorexia jaringan.
3.      Hipoglikemia
Hipoglikemia terjadi pada 2-3% anak yang menderita diare, lebih sering pada anak yang sebelumnya telah menderita KKP. Hal ini terjadi karena adanya gangguan penyimpanan/penyediaan glikogen dalam hati dan adanya gangguan absorbsi glukosa
4.      Gangguan gizi
Terjadinya penurunan berat badan dalam waktu singkat, hal ini disebabkan
oleh:
a.         Makanan sering dihentikan oleh orang tua karena takut diare atau muntah yang
bertambah hebat.
b.         Walaupun susu diteruskan, sering diberikan dengan pengeluaran dan susu yang
encer ini diberikan terlalu lama.
c.         Makanan yang diberikan sering tidak dapat dicerna dan diabsorbsi dengan baik
karena adanya hiperperistaltik.
5.      Gangguan sirkulasi
Sebagai akibat diare dapat terjadi renjatan (shock) hipovolemik, akibatnya perfusi jaringan berkurang dan terjadi hipoksia, asidosis bertambah berat, dapat mengakibatkan perdarahan otak, kesadaran menurun dan bila tidak segera diatasi klien akan meninggal.
PENCEGAHAN
1.      Pencegahan Primer
Pencegahan primer penyakit diare dapat ditujukan pada faktor penyebab, lingkungan dan faktor pejamu. Untuk faktor penyebab dilakukan berbagai upaya agar mikroorganisme penyebab diare dihilangkan. Peningkatan air bersih dan sanitasi lingkungan, perbaikan lingkungan biologis dilakukan untuk memodifikasi lingkungan. Untuk meningkatkan daya tahan tubuh dari pejamu maka dapat dilakukan peningkatan status gizi dan pemberian imunisasi.

a.       Penyediaan air bersih
Air adalah salah satu kebutuhan pokok hidup manusia, bahkan hampir 70% tubuh manusia mengandung air. Air dipakai untuk keperluan makan, minum, mandi, dan pemenuhan kebutuhan yang lain, maka untuk keperluan tersebut WHO menetapkan kebutuhan per orang per hari untuk hidup sehat 60 liter. Selain dari peranan air sebagai kebutuhan pokok manusia, juga dapat berperan besar dalam penularan beberapa penyakit menular termasuk diare (Sanropie, 1984).
Sumber air yang sering digunakan oleh masyarakat adalah: air permukaan yang merupakan air sungai, dan danau. Air tanah yang tergantung kedalamannya bisa disebut air tanah dangkal atau air tanah dalam. Air angkasa yaitu air yang berasal dari atmosfir seperti hujan dan salju (Soemirat, 1996).
Air dapat juga menjadi sumber penularan penyakit. Peran air dalam terjadinya penyakit menular dapat berupa, air sebagai penyebar mikroba patogen, sarang insekta penyebar penyakit, bila jumlah air bersih tidak mencukupi, sehingga orang tidak dapat membersihkan dirinya dengan baik, dan air sebagai sarang hospes sementara penyakit (Soemirat, 1996).
Dengan memahami daur/siklus air di alam semesta ini, maka sumber air dapat diklasifikasikan menjadi; a) air angkasa seperti hujan dan air salju, b) air tanah seperti air sumur, mata air dan artesis, c) air permukaan yang meliputi sungai dan telaga. Untuk pemenuhan kebutuhan manusia akan air, maka dari sumber air yang ada dapat dibangun bermacam-macam saran penyediaan air bersih yang dapat berupa perpipaan, sumur gali, sumur pompa tangan, perlindungan mata air, penampungan air hujan, dan sumur artesis (Sanropie, 1984).
Untuk mencegah terjadinya diare maka air bersih harus diambil dari sumber yang terlindungi atau tidak terkontaminasi. Sumber air bersih harus jauh dari kandang ternak dan kakus paling sedikit sepuluh meter dari sumber air. Air harus ditampung dalam wadah yang bersih dan pengambilan air dalam wadah dengan menggunakan gayung yang bersih, dan untuk minum air harus di masak. Masyarakat yang terjangkau oleh penyediaan air bersih mempunyai resiko menderita diare lebih kecil bila dibandingkan dengan masyarakat yang tidak mendapatkan air besih (Andrianto, 1995).



b.      Tempat pembuangan tinja
Pembuangan tinja merupakan bagian yang penting dari kesehatan lingkungan. Pembuangan tinja yang tidak tepat dapat berpengaruh langsung terhadap insiden penyakit tertentu yang penularannya melalui tinja antara lain penyakit diare (Haryoto, 1983).
Keluarga yang tidak memiliki jamban harus membuat dan keluarga harus membuang air besar di jamban. Jamban harus dijaga dengan mencucinya secara teratur. Jika tak ada jamban, maka anggota keluarga harus membuang air besar jauh dari rumah, jalan dan daerah anak bermain dan paling kurang sepuluh meter dari sumber air bersih (Andrianto, 1995).
Untuk mencegah kontaminasi tinja terhadap lingkungan, maka pembuangan kotoran manusia harus dikelola dengan baik. Suatu jamban memenuhi syarat kesehatan apabila memenuhi syarat kesehatan: tidak mengotori permukaan tanah, tidak mengotori air permukaan, tidak dapat di jangkau oleh serangga, tidak menimbulkan bau, mudah digunakan dan dipelihara, dan murah (Notoatmodjo, 1996).
Tempat pembuangan tinja yang tidak memenuhi syarat sanitasi akan meningkatkan risiko terjadinya diare berdarah pada anak balita sebesar dua kali lipat dibandingkan keluarga yang mempunyai kebiasaan membuang tinjanya yang memenuhi syarat sanitasi (Wibowo, 2003).
c.       Status gizi
Status gizi didefinisikan sebagai keadaan kesehatan yang berhubungan dengan penggunaan makanan oleh tubuh (Parajanto, 1996). Penilaian status gizi dapat dilakukan dengan menggunakan berbagai metode, yang tergantung dan tingkat kekurangan gizi. Menurut Gibson (1990) metode penilaian tersebut adalah;
-          konsumsi makanan
-          pemeriksaan laboratorium
-          pengukuran antropometri, dan
-          pemeriksaan klinis
Metode-metode ini dapat digunakan secara tunggal atau kombinasikan untuk mendapatkan hasil yang lebih efektif.
Makin buruk gizi seseorang anak, ternyata makin banyak episode diare yang dialami. Pada anak dengan malnutrisi, kelenjar timusnya akan mengecil dan kekebalan sel-sel menjadi terbatas sekali sehingga kemampuan untuk mengadakan kekebalan nonspesifik terhadap kelompok organisme berkurang (Suharyono, 1986).
d.      Pemberian air susu ibu (ASI)
ASI adalah makanan yang paling baik untuk bayi komponen zat makanan tersedia dalam bentuk yang ideal dan seimbang untuk dicerna dan diserap secara optimal oleh bayi. ASI saja sudah cukup untuk menjaga pertumbuhan sampai umur 4-6 bulan. Untuk menyusui dengan aman dan nyaman ibu jangan memberikan cairan tambahan seperti air, air gula atau susu formula terutama pada awal kehidupan anak. Memberikan ASI segera setelah bayi lahir, serta berikan ASI sesuai kebutuhan. ASI mempunyai khasiat preventif secara imunologik dengan adanya antibodi dan zat-zat lain yang dikandungnya. ASI turut memberikan perlindungan terhadap diare, pemberian ASI kepada bayi yang baru lahir secara penuh mempunyai daya lindung empat kali lebih besar terhadap diare dari pada pemberian ASI yang disertai dengan susu botol. Pada bayi yang tidak diberi ASI pada enam bulan pertama kehidupannya, risiko mendapatkan diare adalah 30 kali lebih besar dibanding dengan bayi yang tidak diberi ASI (Depkes, 2000).
Bayi yang memperoleh ASI mempunyai morbiditas dan mortalitas diare lebih rendah. Bayi dengan air susu buatan (ASB) mempunyai risiko lebih tinggi dibandingkan dengan bayi yang selain mendapat susu tambahan juga mendapatkan ASI, dan keduanya mempunyai risiko diare lebih tinggi dibandingkan dengan bayi yang sepenuhnya mendapatkan ASI. Risiko relatif ini tinggi dalam bulan-bulan pertama kehidupan (Suryono, 1988).
e.       Kebiasaan mencuci tangan
Diare merupakan salah satu penyakit yang penularannya berkaitan dengan penerapan perilaku hidup sehat. Sebahagian besar kuman infeksius penyebab diare ditularkan melalui jalur oral. Kuman-kuman tersebut ditularkan dengan perantara air atau bahan yang tercemar tinja yang mengandung mikroorganisme patogen dengan melalui air minum. Pada penularan seperti ini, tangan memegang peranan penting, karena lewat tangan yang tidak bersih makanan atau minuman tercemar kuman penyakit masuk ke tubuh manusia.
Pemutusan rantai penularan penyakit seperti ini sangat berhubungan dengan penyediaan fasilitas yang dapat menghalangi pencemaran sumber perantara oleh tinja serta menghalangi masuknya sumber perantara tersebut kedalam tubuh melalui mulut. Kebiasaan mencuci tangan pakai sabun adalah perilaku amat penting bagi upaya mencegah diare. Kebiasaan mencuci tangan diterapkan setelah buang air besar, setelah menangani tinja anak, sebelum makan atau memberi makan anak dan sebelum menyiapkan makanan. Kejadian diare makanan terutama yang berhubungan langsung dengan makanan anak seperti botol susu, cara menyimpan makanan serta tempat keluarga membuang tinja anak (Howard & Bartram, 2003).
Anak kecil juga merupakan sumber penularan penting diare. Tinja anak, terutama yang sedang menderita diare merupakan sumber penularan diare bagi penularan diare bagi orang lain. Tidak hanya anak yang sakit, anak sehatpun tinjanya juga dapat menjadi carrier asimptomatik yang sering kurang mendapat perhatian. Oleh karena itu cara membuang tinja anak penting sebagai upaya mencegah terjadinya diare (Sunoto dkk, 1990).


f.       Imunisasi
Diare sering timbul menyertai penyakit campak, sehingga pemberian imunisasi campak dapat mencegah terjadinya diare. Anak harus diimunisasi terhadap penyakit campak secepat mungkin setelah usia sembilan bulan (Andrianto, 1995).

2.      Pencegahan Sekunder
Pencegahan tingkat kedua ini ditujukan kepada sianak yang telah menderita diare atau yang terancam akan menderita yaitu dengan menentukan diagnosa dini dan pengobatan yang cepat dan tepat, serta untuk mencegah terjadinya akibat samping dan komplikasi. Prinsip pengobatan diare adalah mencegah dehidrasi dengan pemberian oralit (rehidrasi) dan mengatasi penyebab diare. Diare dapat disebabkan oleh banyak faktor seperti salah makan, bakteri, parasit, sampai radang. Pengobatan yang diberikan harus disesuaikan dengan klinis pasien. Obat diare dibagi menjadi tiga, pertama kemoterapeutika yang memberantas penyebab diare seperti bakteri atau parasit, obstipansia untuk menghilangkan gejala diare dan spasmolitik yang membantu menghilangkan kejang perut yang tidak menyenangkan. Sebaiknya jangan mengkonsumsi golongan kemoterapeutika tanpa resep dokter. Dokter akan menentukan obat yang disesuaikan dengan penyebab diarenya misal bakteri, parasit. Pemberian kemoterapeutika memiliki efek samping dan sebaiknya diminum sesuai petunjuk dokter (Fahrial Syam, 2006).

3.      Pencegahan Tertier
Pencegahan tingkat ketiga adalah penderita diare jangan sampai mengalami kecatatan dan kematian akibat dehidrasi. Jadi pada tahap ini penderita diare diusahakan pengembalian fungsi fisik, psikologis semaksimal mungkin. Pada tingkat ini juga dilakukan usaha rehabilitasi untuk mencegah terjadinya akibat samping dari penyakit diare. Usaha yang dapat dilakukan yaitu dengan terus mengkonsumsi makanan bergizi dan menjaga keseimbangan cairan. Rehabilitasi juga dilakukan terhadap mental penderita dengan tetap memberikan kesempatan dan ikut memberikan dukungan secara mental kepada anak. Anak yang menderita diare selain diperhatikan kebutuhan fisik juga kebutuhan psikologis harus dipenuhi dan kebutuhan sosial dalam berinteraksi atau bermain dalam pergaulan dengan teman sepermainan

PEMERIKSAAN DIAGNOSIS

Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan fisik. :
1.  Pemeriksaan tinja
a.       Makroskopis dan mikroskopis
b.      PH dan kadar gula dalam tinja
c.       Bila perlu diadakan uji bakteri untuk mengetahui organisme  
    penyebabnya, dengan  melakukan pembiakan terhadap contoh tinja.
2.    Pemeriksaan laboratorium
       Pemeriksaan darah dilakukan untuk mengetahui kadar elektrolit dan jumlah
        seldarah putih.
3.   Pemeriksaan gangguan keseimbangan asam basa dalam darah, bila
      memungkinkan dengan menentukan PH keseimbangan analisa gas darah atau   
      astrup.
4.     Pemeriksaan kadar ureum dan kreatinin untuk mengetahui faal ginjal.
5.      Pemeriksaan elektrolit intubasi duodenum untuk mengetahui jasad renik   
        atau parasit secara kuantitatif,terutama dilakukan pada penderita diare  
         kronik.

PENATALAKSANAAN
   Pada anak yang mengalami diare tanpa dehidrasi (kekurangan cairan).
Tindakan :
-          Untuk mencegah dehidrasi, beri anak minum lebih banyak dari biasanya
-          ASI (Air Susu Ibu) diteruskan - Makanan diberikan seperti biasanya
-          Bila keadaan anak bertambah berat, segera bawa ke Puskesmas terdekat
 Pada anak yang mengalami diare dengan dehidrasi ringan/sedang
Tindakan :
-          Berikan oralit
-          ASI (Air Susu Ibu) diteruskan
-          Teruskan pemberian makanan
-          Sebaiknya yang lunak, mudah dicerna dan tidak merangsang
-          Bila tidak ada perubahan segera bawa kembali ke Puskesmas terdekat.
  Pada anak yang mengalami diare dengan dehidrasi berat
Tindakan :
-          Segera bawa ke Rumah Sakit / Puskesmas dengan fasilitas Perawatan
-          Oralit dan ASI diteruskan selama masih bisa minum
Takaran Pemberian Oralit
       Di bawah 1 thn :
3 jam pertama 1,5 gelas selanjutnya 0.5 gelas setiap kali mencret
         Di bawah 5 thn (anak balita) :
3 jam pertama 3 gelas, selanjutnya 1 gelas setiap kali mencret
         Anak diatas 5 thn :
3 jam pertama 6 gelas, selanjutnya 1,5 gelas setiap kali mencret
        Anak diatas 12 thn & dewasa :
3 jam pertama 12 gelas, selanjutnya 2 gelas setiap kali mencret (1 gelas : 200 cc)

















HIPOTERMIA

DEFINISI HIPOTERMIA
Hipotermia adalah suatu keadaan dimana suhu tubuh berada di bawah 35 derajat celcius Bayi hipotermi adalah bayi dengan suhu badan di bawah normal.Suhu normal pada neonatuss berkisar antara 36 – 37,5 derajat celcius pada suhu aksila. Adapun suhu normal bayi adalah 36,5 -37,5 derajat celcius .

TANDA DAN GEJALA HIPOTERMIA
Hipotermi ditandai dengan akral dingin, bayi tidak mau minum, kurang aktif, kutis marmorata, pucat, takipneu atau takikardi. Sedangkan hipotermi yang berkepanjangan, akan menyebabkan terjadinya peningkatan konsumsi oksigen, distres respirasi, gangguan keseimbangan asam basa, hipoglikemia, defek koagulasi, sirkulasi fetal persisten, gagal ginjal akut, enterokolitis nekrotikan, dan pada keadaan yang berat akan menyebabkan kematian.
Saat neonatus terpajan dengan dingin, pertama-tama ia menjadi sangat gelisah; kemudian, saat suhu inti tubuhnya menurun, ia mengadopsi posisi fleksi yang rapat guna mencoba mempertahankan panas. Bayi yang sakit atau premature akan cenderung berbaring terlentang dengan posisi seperti katak dengan semua permukaan tubuhnya terpajan, yang memaksimalkan kehilangan panas

JENIS HIPOTERMIA
1.      Stres dingin (36 -36,5 Derajat Celcius)
2.      Hipotermi sedang (32 -36 Derajat Celcius)
3.      Hipotermi berat (dibawah 32 Derajat Celcius)

PATOFISIOLOGI HIPOTERMIA
Apabila terjadi paparan dingin, secara fisiologis tubuh akan memberikan respon untuk menghasilkan panas berupa :
1.      Shivering thermoregulation/ST
Merupakan mekanisme tubuh berupa menggigil atau gemetar secara involunter akibat dari kontraksi otot untuk menghasilkan panas.
2.      Non- Shivering thermoregulation/NST
Merupakan mekanisme yang dipengaruhi oleh stimulasi sistem saraf simpatis untuk menstimulasi proses metabolik dengan melakukan oksidasi terhadap jaringan lemak coklat. Peningkatan metabolisme jaringan lemak coklat akan meningkatkan produksi panas dari dalam tubuh.
3.      Vasokonstriksi perifer
Mekanisme ini juga distimulasi oleh sistem saraf simpatis, kemudian sistem saraf perifer akan memicu otot sekitar arteriol kulit untuk berkontraksi sehingga terjadi vasokonstriksi. Keadaan ini efektif untuk mengurangi aliran darah ke jaringan kulit dan mencegah hilangnya panas yang tidak berguna.

Pada bayi, respon fisiologis terhadap paparan dingin adalah dengan proses oksidasi dari lemak coklat atau jaringan adiposa coklat. Pada BBL, NST (proses oksidasi jaringan lemak coklat) adalah jalur yang utama dari suatu peningkatan produksi panas yang cepat, sebagai reaksi atas paparan dingin. Paparan dingin yang berkepanjangan harus dihindarkan oleh karena dapat menimbulkan efek samping serta gangguan – gangguan metabolik yang berat. Segera setelah lahir, tanpa penanganan yang baik, suhu tubuh bayi rata-rata akan turun 0,1oC-0,3oC setiap menitnya, sedangkan LeBlanc (2002) menyebutkan bahwa suhu tubuh bayi akan turun 2oC dalam setengah jam pertama kehidupan. WHO Consultative Group on Thermal Control menyebutkan bahwa BBL yang tidak mendapatkan penanganan yang tepat, suhunya akan turun 2oC-4oC dalam 10-20 menit kemudian setelah kelahiran.

PENYEBAB HIPOTERMIA
         Berikut penyebab terjadinya penurunan suhu tubuh pada bayi :
1.     Ketika bayi baru lahir tidak segera dibersihkan, terlalu cepat dimandikan, tidak  segera diberi pakaian, tutup kepala, dan dibungkus, diletakkan pada ruangan yang dingin, tidak segera didekapkan pada ibunya, dipisahkan dari ibunya, tidak segera disusui ibunya.
2.    Bayi berat lahir rendah yaitu bayi lahir dengan berat badan kurang dari 2,5 kg atau bayi dengan lingkar lengan kurang dari 9,5 cm atau bayi dengan tanda-tanda otot lembek, kulit kerput.
3.    Bayi lahir sakit seperti asfiksia, infeksi sepsis dan sakit berat.
4.    Hipoglikemia
PENCEGAHAN HIPOTERMIA
Bayi dibungkus dengan selimut dan kepalanya ditutup dengan topi. Jika bayi harus dibiarkan telanjang untuk keperluan observasi maupun pengobatan, maka bayi ditempatkan dibawah cahaya penghangat.Untuk mencegah hipotermia, semua bayi yang baru lahir harus tetap berada dalam keadaan hangat. 
  • Di kamar bersalin, bayi segera dibersihkan untuk menghindari hilangnya panas tubuh akibat penguapan lalu dibungkus dengan selimut dan diberi penutup kepala.
  •  melaksanakan metode kanguru, yaitu bayi baru lahir dipakaikan popok dan tutup kepala diletakkan di dada ibu agar tubuh bayi menjadi hangat karena terjadi kontak kulit langsung.Bila tubuh bayi masih teraba dingin bisa ditambahkan selimut. 
  •  bayi baru lahir mengenakan pakaian dan selimut yang disetrika atau dihangatkan diatas tungku.  
  • menghangatkan bayi dengan lampu pijar 40 sampai 60 watt yang diletakkan pada jarak setengah meter diatas bayi. 
  •  meminta pertolongan kepada petugas kesehatan terdekat. 
  •  dirujuk ke rumah sakit
  •  Terapi yang bisa diberikan untuk orang dengan kondisi hipotermia, yaitu jalan nafas harus tetap terjaga juga ketersediaan oksigen yang cukup.










PENANGANANN HIPOTERMIA
Mengatasi bayi hipotermi dilakukan dengan cara :
a.       Bayi yang mengalami hipotermi biasanya mudah sekali meninggal.Tindakan yang harus dilakukan adalah segera menghangatkan bayi di dalam inkubator atau melalui penyinaran lampu.
b.      Melaksanakan metode kanguru, yaitu bayi baru lahir dipakaikan popok dan tutup kepala diletakkan di dada ibu agar tubuh bayi menjadi hangat karena terjadi kontak kulit langsung.Bila tubuh bayi masih teraba dingin bisa ditambahkan selimut.
c.       Bayi baru lahir mengenakan pakaian dan selimut yang disetrika atau dihangatkan diatas tungku.
d.      Biasanya bayi hipotermi menderita hipoglikemia , sehingga bayi harus diberi ASI sedikit – sedikit sesering mungkin . Bila bayi tidak menghisap , beri infuse glukosa / dektrose 10% sebanyak 60 – 80 ml /kg per hari
e.       Meminta pertolongan kepada petugas kesehatan terdekat.
f.       Dirujuk ke rumah sakit





BAB III
PENUTUP
1.1 KESIMPULAN
Diare adalah perubahan pola defekasi (buang air besar) yakni pada bentuk atau frekuensinya dimana bentuk feses (tinja) berubah menjadi lunak atau cair, atau frekuensinya yang bertambah menjadi lebih dari tiga kali dalam sehari.Bila hal ini terjadi maka tubuh anak akan kehilangan cairan tubuh sehingga menyebabkan dehidrasi.Hal ini membuat tubuh tidak dapat berfungsi dengan baik dan dapat membahayakan jiwa, khususnya pada anak dan orang tua. Diare ini bisa menyebapkan beberapa komplikasi,yaitu dehidrasi,renjatan hivopolemik,kejang,nbakterimia,mal nutrisi,hipoglikemia,intoleransi skunder akibat kerusakan mukosa usus.
          Hipotermi adalah suhu di bawah 36,5 ºC, yang terbagi atas : hipotermi ringan (cold stres) yaitu suhu antara 36-36,5 ºC, hipotermi sedang yaitu antara 32-36ºC, dan hipotermi berat yaitu suhu tubuh <32 ºC. Hipotermia dapat terjadi setiap saat apabila suhu disekeliling bayi rendah dan upaya mempertahankan suhu tubuh tetap hangat tidak diterapkan secara tepat, terutama pada masa stabilisasi yaitu 6-12 jam pertama, setelah lahir.
3.2 Saran
Dalam upaya meningkatkan kualitas perawatan pada klien  hperlu ditingkatkan potermia dan diare tentang keperawatan pada klien tersebut sehingga asuhan keperawatan dapat lebih efektif secara komprehensip meliputi Bio-Psiko-Sosial-Spiritual pada klien melalui pendekatan proses keperawatan mencakup didalamnya pelayanan promotif,preventif,kuratif,rehabilitative yang dilandasi oleh ilmu dan kiat keperawatan profeisonal yang sesuai nilai mopral etika profesi keperawatan .

DAFTAR PUSTAKA

o   Dr. Ruseono Hasan , Ilmu kesehatan anak , Jakarta : 1985. Informadika Jakarta
o   DepKes RI , 1992, Asuhan kesehatan anak dalam konteks keluarga.
·         .           H. Markum, 1991, Buku Ajar Kesehatan Anak, jilid I, Penerbit FKUI
o   Ngastiyah, 997, Perawatan Anak Sakit, EGC, Jakarta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar